InfoAntiGalau - Siapa yang tidak mengenal kata galau? Belakangan istilah ini
menyerang dunia bak wabah menular. Karena tidak hanya di berbagai
perbincangan dan status pada jejaring sosial saja yang mengonsumsi
istilah ini. Tetapi, istilah ini juga bersanding dengan berbagai produk
iklan di media.
Galau adalah perasaan bimbang, bingung, khawatir,
resah atau perasaan sejenisnya. Hal ini merupakan gejala psikologis
yang dapat melanda setiap orang. Kondisi seperti ini dapat terjadi
ketika seseorang dibenturkan dalam suatu pilihan atau sedang menantikan
sesuatu.
Hal-hal seperti inilah yang membuat emosi seseorang
menjadi labil. Dengan demikian, seolah-olah setiap orang berhak merasa
galau. Bahkan, para nabi pun pernah merasakannya.
Seperti kisah ibunda Nabi Musa pada saat bayinya harus dihanyutkan di
Sungai Nil (QS Al-Qashash : 10) dan Nabi Ibrahim saat mencari tuhan (QS
Al-An'am: 76-79) dan saat dia harus menyembelih putranya sendiri.
Begitu
pula saat seseorang merasa jenuh dan lelah. Bahkan, dapat dikatakan
hampir putus asa. Sebagaimana kisah Rasulullah SAW yang gelisah dengan
janji Allah pada saat perang badar (QS Al-Baqarah: 214). Jika para nabi
yang dijaga hatinya saja dapat merasa galau, apalagi kita sebagai
manusia biasa.
Tidak sedikit yang menganggap bahwa galau adalah
hal yang negatif. Padahal, semua itu tergantung si penderita galau
menyikapinya. Jika berbagai ide, inovasi, kreativitas dan lain-lain
dapat menjamur setelah mengalami kegalauan, Mengapa tidak? Bukankah
Alquran itu turun berangsur-angsur untuk meneguhkan hati Nabi Muhamad
SAW yang sewaktu-waktu dapat galau?
Dengan demikian, kegalauan
itu merupakan proses seseorang untuk merestart program diri. Layaknya
orang berlari dan melompat jauh. Maka ia hendak mundur sejenak terlebih
dahulu untuk menyesuaikan langkahnya.
Jangan biarkan galau
merampas fokus kita! Jadikan ia sebagai momen untuk selalu bercengkrama
dengan-NYA. Sebagaimana riwayat dari Jabir bin Abdullah, “Rasulullah
mengajari kami istikharah pada segala macam urusan kami. Sebagaimana
beliau mengajari kami sebuah surat dalam Alquran. (HR Bukhari)”.
Selain
itu, meskipun modernisasi menyeret manusia untuk mencari penawar galau
melalui teknologi. Seperti penggunaan Gadget Theraphy sekarang ini.
Tetapi, sebenarnya syariat Islam telah menyediakan terapi yang sesuai
dengan kebutuhan psikologis manusia.
Manusia yang cenderung butuh orang lain dan kerap kali ingin didengar
curahan hatinya. Dengan demikian, kegalauan membuka jalan untuk
silaturahim (QS An-Nisaa :1) dan memusyawarahkan segala permasalahan (QS
Ali-Imran: 159).
Ketika kerap kali kegalauan itu menyerang,
hendaklah kita melapangkan dada. Tancapkan keyakinan bahwa Allah
meringankan beban yang ada di bahu kita. Sebagaimana yang tersirat dalam
surat al-Insyiroh.
Jangan lupa! Untuk selalu membentengi hati dengan do’a yang diajarkan oleh Rasulullah SAW “Allahumma
inni a’uudzubika minal hammi wal hazan, wa a’uudzubika minal ‘ajzi wal
kasali, wa a’uudzubika minal jubni wal bukhli wa a’uudzubika min
ghalabatid dayni wa qahrir rijali.
Sumber: Republika